FENOMENA PERTAMA
Anak Tidak Mau Sekolah
Dari
kasus ini ada seorang anak yang bernama Reza. Baru beberapa hari tahun
ajaran sekolah dimulai, Reza tiba-tiba saja mogok sekolah. Ketika
ditanya masalahnya, ia tidak mau bercerita. Esoknya, sang Ibu mengetahui
dari teman sekelas Reza, kalau kemarin Reza baru dimarahi gurunya
karena lupa membawa buku tugas.Kategori usia anak yang suka melakukan mogok sekolah adalah anak-anak yang masih sekolah di tingkat playgroup , TK, atau SD.
Penyebab
anak mogok sekolah ada dua hal, yaitu internal dan eksternal. Penyebab
internal itu biasanya ada di dalam diri anak (berhubungan dengan
karakteristik anak), situasi rumah, dan merasa cemas karena harus
berpisah dengan salah satu orang terdekatnya (separation anxiety ),
seperti ibu atau pengasuhnya.Sedang faktor penyebab eksternal, lebih ke
masalah lingkungan sekolah yang membuatnya merasa tidak nyaman.
Misalnya, ternyata mainan di rumahnya lebih banyak dan menarik dibanding
di sekolah, teman-teman di sekolah suka mengisenginya (bully ), anak
susah beradaptasi dengan lingkungan sekolah, atau gurunya galak.
Dari
permasalahan ini teori yang cocok adalah pendekatan behavioral untuk
pembelajaran.Pendekatan behavioral menekankan arti penting bagaimana
anak membuat hubungan antara pengalaman dan perilaku.Pendekatan behavioris yang sesuai dengan kasus ini adalah pengkondisian klasik.Pengkondisian
klasik adalah sebentuk pembelajaran asosiatif dimana stimulus netral
menjadi diasosiasikan dengan stimulus yang bermakna dan menimbulkan
kemampuan untuk mengeluarkan respons yang serupa.Pengkondisian klasik
dapat berupa pengalaman positif dan negatif dalam diri anak di
kelas.Dalam kasus ini Reza mendapatkan pengalaman negatif.Ia dimarahi
oleh gurunya ketika lupa membawa buku.Ia mengasosiasikan sekolah itu
terdapat guru yang sangat galak sehingga ia tidak mau sekolah lagi dan
karenanya teguran itu menjadi CS untuk rasa takut.Teori pengkondisian
klasik ini sangat baik untuk membantu kita untuk memahami kecemasan dan
ketakutan murid.
Solusi yang kami tawarkan untuk kasus ini adalah :
Solusi yang kami tawarkan terletak pada peran keluarga khususnya kedua orangtua.
1.Orangtua
jangan mengomeli anaknya yang mogok sekolah.Orang tua harus ingat, cara
berpikir anak, kan, belum sedewasa orang tua, karenanya ketika ia
diperlakukan seperti itu ia akan berpikir negatif.
2,Teknik Mundur Perlahan.
Jika
memang masalahnya karena separation anxiety , coba selesaikan dengan
teknik ‘mundur berkala’ atau Systematic Desensitization .Ibu atau significant other -nya harus mulai mengurangi kehadirannya saat anak berada di sekolah.
3.Diskusi Dua Arah
Jika
memang masalahnya bukan karena separation anxiety , ajaklah ia
berkomunikasi agar bisa mengindentifikasi perasaan anak. Usahakan
diskusi dilakukan dari hati ke hati, dua arah, dan dengan menekankan
mengapa anak mogok sekolah.
4.Memberi semangat
Ketika
anak bisa menguasai rasa takutnya dan mau sekolah lagi, usahakan selalu
memberikan mereka pujian kasih sayang, bukan hadiah barang karena yang
dibutuhkan adalah dukungan mental.
FENOMENA KEDUA
Ribuan Siswa Putus Sekolah
Kasus
yang kedua ini adalah mengenai ribuan anak di Indonesia putus sekolah
karena tidak adanya biaya sekolah dan tidak ada motivasi si anak,tidak
adanya motivasi belajar anak membuat mereka malas dan membuat mereka
putus sekolah
Undang-undang
mengatakan bahwa warga negara yang berumur 6 tahun berhak mengikuti
pendidikan dasar. Sedangkan warga negara yang berumur 7 tahun
berkewajiban untuk mengikuti pendidikan dasar atau pendidikan yang
setara sampai tamat. Pendidikan dasar merupakan pendidikan yang lamanya 9
tahun yang diselenggarakan selama 6 tahun di SD dan 3 tahun di SLTP
atau sederajat. pendidikan merupakan hak yang sangat fundamental bagi
anak. Hak yang wajib dipenuhi dengan kerjasama paling tidak dari orang
tua siswa, lembaga pendidikan dan pemerintah. Pendidikan akan mampu
terealisasi jika semua komponen yaitu orang tua, lembaga pendidikan dan
pemerintah bersedia menunjang jalannya pendidikan. Banyak faktor yang
menjadi kendala agar pendidikan dapat terealisasikan. Seperti misalnya
saja dari faktor orang tua, tidak semua orang tua mau menyerahkan
anaknya untuk bersekolah. Mayoritas dari mereka berasal dari keluarga
kurang mampu sehingga tidak memiliki dana yang cukup untuk membiayai
pendidikan putra-putrinya di sekolah formal. Faktor yang lainnya yaitu
faktor lembaga pendidikan yang menyediakan sarana dan prasarana
pendidikan
Motivasi adalah
sebuah alasan atau dorongan seseorang untuk bertindak. Orang yang tidak
mau bertindak sering kali disebut tidak memiliki motivasi. Alasan atau
dorongan itu bisa datang dari luar(ekstrinsik) maupun dari dalam
diri(intrinsic).Di kasus ini ribuan anak ini tidak ada motivasi
intrinsic maupun ekstrinsik,seharusnya membutukan motibasi,misalnya
motivasi inteinsiknya berupa dorongan dari dalam dirinya untuk tetap
melanjutkan sekolah sedangkan motivasi ekstrinsiknya adalah dorongan
dari orangtua,orangtua seharusnya mendukung anaknya dalam sekolah
bukannya menguruh sianak bekerja untuk menafkai keluarga padahal pada
zaman sekarang ini pemerintah sudah sekolah gratis yang walaupun
terkadang pelaksanaanya masih berantakan,
Teori yang kami gunakan selanjutnya adalah Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi).Dari
McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau
Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi
berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan
prestasi.dari kasus ini terlihat bahwasannya ribuan anak yang putus
sekolah itu karena tidak ada motivasi untuk berprestasi disekolah
sehingga menyebabkan mereka untuk malas sekolah.
Solusi
yang kami buat dalam kasus ini adalah diibutuhkan kesadaran bagi setiap
elemen masyarakat baik orangtua maupun anak ,orangtua baiklah mendukung
anaknya belajar dan juga anak seharusnya memiliki keinginan untuk
berprestasi agar tercapai kehidupan yang lebih baik,pemerintah juga
seharusnya memperbaiki system pendidikan yang sudah ada misalnya
menyalurkan bantuan dana pendidikan secara merata bagi orang yang datang
dari keluarga tidak mampu.
FENOMENA KETIGA
Aku Enggak Mau Sekolah Ma !
Kasus ini mengenai peristiwa yang dialami oleh Dwi Agung Cahyono, siswa kelas IX D, SMPN 6 kota Probolinggo pertengahan bulan Februari lalu. Dwi
Agung mengaku dihukum gurunya dengan mengunyah kapur tulis. Alhasil,
sebagian dari kapur tulis tersebut tertelan ke perutnya, sehingga
perutnya mulas, setelah kejadian tersebut. Hukuman
tersebut diberikan karena Dwi Agung tidak mengerjakan PR (pekerjaan
rumah) mata pelajaran Matematika. Akibat kejadian itu, Dwi menjadi
trauma dan enggan masuk sekolah.
Teori yang sesuai dengan kasus ini adalah pendekatan behavioris dalam pembelajaran. Pendekatan behavioral menekankan arti penting bagaimana anak membuat hubungan antara pengalaman dan perilaku.Pendekatan behavioris yang sesuai dengan kasus ini adalah pengkondisian operan yang
merupakan sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari
perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan
diulangi.Hukuman(punishment) yang diberikan guru menurunkan probabilitas
terjadinya suatu perilaku.Sebenarnya daripada diberikan punishment
lebih baik guru tersebut memberikan reinforcement.Dengan adanya
punishment tadi si anak menjadi tidak mau sekolah lagi.Karena punishment
yang diberikan guru anak tadi menjadi trauma.
Trauma
karena hukuman guru adalah ketidaksiapan seorang anak menghadapi suatu
kejadian. Dapat dikarenakan hukuman datangnya tiba-tiba dan secara
kualitas atau kuantitas. Beberapa
tanda bila anak mengalami trauma di sekolah adalah menolak sekolah
dengan segala alasan yang tidak dapat dijelaskan. Seperti malas bangun
pagi, atau bangun pagi dengan rewel, tidak segar, dan ada juga yang
sering mimpi buruk yang tidak dapat ia jelaskan alur cerita mimpinya,
menolak berpakaian sekolah, makan sarapannya dengan lambat, mual dan
atau demam, pusing dan sakit kepala di pagi hari menjelang sekolah.
Solusi yang kami berikan untuk kasus ini adalah:
Dengan
bimbingan orangtua kepada anak tersebut misalnya orangtua menjaga anak
tersebut untuk sementara waktu untuk menghilangkan trauma.Apabila
trauma anak itu sudah cukup parah akan lebih baik jika anak tersebut
diajak konseling dengan psikolog sehingga anak tersebut bisa kembali
seperti sebelumnya.untuk dapat mengurangi hal seperti ini terjadi lagi
juga diperlukan pembenahan dari para pendidik.Sebaiknya dilakukan
pengawasan bagi para pendidik dan juga meningkatkan standar untuk bisa
menjadi seorang pendidik.Sebelum ditetapkan sebagai pendidik akan lebih
baik jika dilakukan sebuah tes apakah orang tersebut cocok atau tidak
untuk menjadi seorang pendidik.Orangtua juga harus selalu mengawasi
anak,denga cara memberi perhatian misalnya menanyakan kepada anak apa
yang dilakukan disekolah,belajar tentang apa serta bentuk perhatian
lainnya.
Dari ketiga fenomena ini dapat kami simpulkan bahwa peranan keluarga sangat penting dalam memotivasi anak dalam hal pendidikan.
Teori Tentang Bimbingan Orang Tua
Kegiatan belajar diperlukan adanya bimbingan dari orang tua atau dan orang lain agar semangat dalam belajarnya.Keluarga sebagai tempat pertama pertumbuhan dan perkembangan sangat menentukan peranannya.
Menurut Kartono (1991;63) bahwa "Orang tua merupakan orang pertama dan utama yang mampu, serta berhak menolong keturunannya dan mendidik anaknya".
Orang tua peranannya dalam keluarga dan dapat menciptakan ikatan
emosianal dengan anaknya, menciptakan suasana aman dirumah sehingga
orang tua/rumah merupakan tempat anakuntuk kembali, menjadi contoh/model
bagi anaknya, memberikan disiplin dan memperbaiki tingkah laku anak,
menciptakan jaringan komunikasi diantara anggota keluarga.
Pengawasan
dan bimbingan orang tua dirumah mutlak diperlukan karena adanya
bimbingan, orang tua dapat mengawasi dan dapat mengetahui segala
kekurangan dan kesulitan anak dalam belajarnya. Gunarso (1983;64)
menyatakan sebagai berikut :
"Orang
tua berperan besar dalam mengajar, mendidik, memberikan bimbingan, dan
menyediakan sarana belajar serta memberi teladan pada anak sesuai dengan
nilai moral yang berfaku atau tingkah laku yang perlu dihindari".
Bimbingan
dari orang tua dapat juga berperan sebagai cara untuk peningkatan
disiplin terutama dalam belajarnya. Ahmadi (1991;82) menyatakan bahwa "Anak belajar memerlukan bimbingan dari orang tua agar sikap dewasa dan tanggung jawab belajar tumbuh pada diri anak".
Bimbingan
yang diberikan oleh orang tua di rumah dapat
meningkatkan motivasi belajar anak selain bimbingan dari seorang guru
dari la belajar, dengan motivasi yang kuat seseorang sanggup bekerja
ekstra keras dalam pencapaian sesuatu. Motivasi belajar yang baik
diharapkan timbul dari dalam diri sendiri. (motivasi intrinsik)
Evers (1985;41) mengatakan bahwa "Anak
didik harus mempunyai motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan
pendidikan yang sedang berlangsung. Kalau mereka mempunyai motivasi maka
mereka akan menunjukkan minat, aktivitas dan partisipasi dalam kegiatan
pendidikan". Dari pendapat ini seorang
anak apabila mempunyai motivasi yang kuat dalam belajarnya akan dapat
meningkatkan prestasi belajarnya, akan tetapi tidak semua anak bisa
mempunyai molivasi ini, banyak anak yang menjadi siswa yang dalam proses
belajar kurang atau tidak mempunyai motivasi, maka diperlukan bimbingan
belajar dari orang tuanya. Menurut Nio bimbingan belajar yang dimiliki
meliputi;"Mengawasi
penggunaan waktu belajar anak di rumah; mengenal kesulitan-kesulitan
anak dalam belajar; menolong mengatasi kesulitan anak dalam belajarnya".
(dalam Kartono, 1985;92). Penulis akan membahas mengawasi penggunaan
waktu belajar anak dl rumah dan membantu menolong mengatasi kesulitan
anak dalam belajarnya.
Dari
pendapat diatas, adanya bimbingan yang dilakukan oleh orang tua kepada
putra-putrinya dalam melakukan kegiatan belajar di rumah akan
berpengaruh terhadap tingkah laku yang mengarah kepada kedisiplinan
dalam belajar. Motivasi yang diberikan kepada anak hendaknya mengarah
pada peningkatan motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan pendidikan.
Situasi ini dapat tercipta apabila terjadi ikatan emosional antara
orang tua dengan anaknya. Suasana rumah yang aman membantu anak untuk
mengembangkan dirinya untuk menuju masa depan.
Referensi pembahasan:
Santrock., J.W. (2008). Psikologi Pendidikan (edisi kedua). Jakarta: Prenada Media Group
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan isi kolom Komentar...